Raja kecil yang disebut Presiden Prabowo Subianto merasa kebal hukum hingga berani melawan kebijakan pemerintah tentang efisiensi belanja anggaran, perlu diuji kekebalannya agar guru kekebalannya bisa terkuat, sejauh mana kesaktiannya.
Seperti dugaan Direktur Segara Institut, Piter Abdullah, istilah raja kecil itu ditujukan kepada Kepala Daerah di Kabupaten/ Kota dan juga untuk Provinsi yang sudah berperilaku seperti raja dengan kewenangan dan menggunakan anggaran secara sewenang-wenang. Jadi memang harus segera diberantas. Sebab perilakunya terhadap rakyat bisa dipastikan akan lebih keji dan biadab, tidak diorientasikan untuk memberi pelayanan, pengamanan dan perlindungan seperti yang seharusnya dilakukan oleh seluruh pejabat negara.
Boleh jadi benar pula akibat dari otonomi daerah sehingga para raja kecil itu dipilih langsung dan memiliki banyak kewenangan jadi membuat mereka merasa terpisah dari pemerintah diatasnya. Sikap berlebihan para raja kecil itu memang tidak cuma sebatas arogansi penggunaan anggaran semata, tapi dalam hal hingga perilaku berlebihan lainnya seperti menggunakan fasilitas negara serta pengawalan yang super norak, seperti acap disebut banyak orang jadi terkesan "kampungan".
Kecuali itu, perilaku pejabat di pusat dan kementerian agaknya pun begitu. Seperti melakukan kebijakan yang tidak bijak dalam memotong alur distribusi gas elpiji 3 kg yang sudah baik dan bagus hingga mudah diperoleh rakyat kecil. Kebijakan yang tidak bijak itu telah menimbulkan kegaduhan dan kepanikan bagi rakyat yang seharusnya mendapat prioritas utama untuk dipenuhi dan dijaga keamanan dan kenyamanannya agar dapat ikut mendukung program pemerintah untuk perbaikan serta meningkatkan kesejahteraan dari keterpurukan.
Perilaku pembantu Presiden pun tampak tidak kalah dominan bersikap seperti raja kecil yang merasa mempunyai kuasa maha luas dan bebas untuk melakukan sesuatu hanya demi dan untuk popularitas belaka. Bisa jadi didalam kebijakan yang tidak populer itu, para raja kecil itu menyembunyikan agenda untuk memperkuat dan memperluas kekuasaannya mulai dari strategi monopoli dan membangun kekuatan tandingan yang pada intinya bisa merongrong kewibawaan dan capaian program Presiden untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat yang sedang Morat-marit akibat ulah rezim sebelumnya yang rakus dan tamak.
Dugaan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira cukup meyakinkan tudingan untuk raja kecil itu termasuk para menteri dalam Kabinet Merah Putih yang telah mulai menjadi pembicaraan untuk direshuffle, karena memang seperti onak dalam dalam daging yang bisa mengganggu perkembangan dan pertumbuhan dalam berbagai program yang pro rakyat. Maka itu, rencana reshuffle perlu segera dilakukan, agar para benalu sisa dari rezim masa lalu yang ingin meneruskan agenda terselubung mereka dapat segera dipangkas dan dimusnahkan.
Keputusan pemerintah melakukan efisiensi anggaran tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Nilai anggaran yang dapat dihemat itu sebesar Rp. 306,1 triliun dengan rincian Rp 256,1 triliun dari belanja kementerian/ lembaga dan Rp 50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
Keterlibatan banyak pihak -- yang sementara ini baru melibas pejabat di daerah terkait dengan kegaduhan Proyek Strategis Nasional untuk pengusaha swasta -- PSN PIK-2 -- jelas terkait dengan pejabat di tingkat pusat yang belum tersentuh, karena masih mampu berkelit dan menghalang-halangi aparat penegak hukum yang terkesan gamang untuk segera menindak mereka yang berkomplot itu.
Pernyataan Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Letnan Jendral Nono Sampono jelas mengatakan, tidak mungkin Agung Sedayu Group membangun tanpa ijin yang jelas dan pasti memiliki kekuatan hukum. Jadi sindikat dari pemberian ijin yang sudah dibatalkan itu, perlu pertanggung jawaban yang jelas. Sebab pihak perusahaan pun tidak boleh dirugikan, seperti pembenaran terhadap warga masyarakat pesisir Utara Laut Tangerang, Banten yang tidak boleh dijadikan korban.
Alasan Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan efisiensi anggaran di kementerian, lembaga pemerintah dan pemerintah daerah demi dan untuk masyarakat. Lalu ada yang membangkang menentang kebijakan Presiden untuk melakukan penghematan agar pengeluaran yang tidak perlu dan mubazir sekedar ingin mencuri anggaran dapat dibersihkan. Mereka yang melawan kebijakan Presiden ini memang harus dibersihkan. Perlu direshuffle dari birokrasi yang merasa kebal hukum. Sebab upaya menghemat dana anggaran pengeluaran ini demi rakyat, untuk memberi makan anak-anak rakyat, kata Prabowo Subianto saat memberi sambutan di acara Kongres ke XVIII Muslimat NU, di Jatim Expo, Surabaya, pada 10 Februari 2025. Ia mengecam banyak acara diskusi, studi banding mau belajar tentang pengentasan kemiskinan ke Australia. Padahal, Australia itu salah satu dari 10 negara terkaya di dunia. Jadi sungguh tidak masuk akal melakukan studi banding tentang kemiskinan ke Australia, seperti yang diungkapkan Presiden.
Prabowo Subianto menegaskan yang berhak dinas ke luar negeri itu hanya mereka yang melakukan tugas atas nama negara. Bahkan untuk lima tahun ini enggak perlu ada yang ke luar negeri. Karena dia tak ingin ada pejabat atau pegawai pemerintah yang mencari-cari alasan dinas ke luar negeri, karena ingin memanfaatkan fasilitas negara untuk jalan-jalan dan bersenang-senang saja.
Pernyataan terhadap mereka yang merasa kebal hukum ini yang berperilaku seperti raja kecil ini patut dibersihkan atau direshuffle. Bila tidak mereka akan menjadi penghambat program yang hendak dicapai oleh Kabinet Merah Putih untuk mengatasi masalah rakyat.
(Cahaya)