Header Ads Widget

KPK

6/recent/ticker-posts

PH Rudini: Hakim PT Kupang Tidak Profesional Bila Putusan Menang Pihak Pemilik Alas Hak Lokasi Lain





Manggarai Barat - Masih tentang mafia tanah di Labuan Bajo, sengketa tanah 11 hektar di Kerangan, Labuan Bajo milik almarhum Ibrahim Hanta (IH) terus berproses. Ahli waris Muhamad Rudini (MR) selaku penggugat melawan anak Niko Naput, Santosa Kadiman, PT. Mahanaim Group (hotel St.Regis Labuan Bajo) selaku tergugat.


Perkara sudah diputuskan PN (Pengadilan Negri) Labuan Bajo 23 Oktober 2024, alasannya SHM atas nama Paulus dan Maria Naput itu tidak sah, karena salah lokasi, salah ploting BPN dan tanpa alas hak asli. Sehingga tanah 11 hektar di Kerangan itu sah milik ahli waris IH.


Merespon sepak terjang pihak Niko Naput yang masih ngotot menuntut keadilan di pihaknya dengan alasan surat 10 Maret 1990. Salah satu PH MR, yaitu Dr (c) Indra Triantoro, S.H., M.H, memberi memberikan reaksi.


"Okey, ayo, mari Paulus, Maria, Johanes Naput dkk, bersama-sama terbuka untuk sama-sama konpres depan wartawan lokal dan nasional.  Untuk buka-bukaan surat alas hak 10 Maret 1990 luas 16 ha itu, karena keributan sengketa ini sebaiknya diakhiri dengan jujur dan lapang dada," kata Indra kepada media, Selasa (25/2/2025) di Labuan Bajo.


Kata dia, mari kita akhiri keributan klaim hak ini, karena sangat menganggu iklim investasi di Manggarai Barat dan Labuan Bajo khususnya.


"Terlebih lagi sengketa tanah leluhur ini akan membawa karma nyawa keluarga, anak, istri, orang tua, karma cacat anak cucu juga berlaku," sambungnya.


Ditanyakan, tentang ucapan pihak Niko Naput, bahwa tidak tercapainya tuntutan hak mereka karena batalnya surat alas hak mereka 10 Maret 1990. Indra mengatakan, 'bohong' mereka itu.


"Dasar gugatan klien kami adalah kepemilikan tanah 11 ha itu sejak 1973, yang kemudian dikonfirmasi dengan surat keterangan, sekali lagi KETERANGAN perolehan hak itu, Januari 2019," ucapnya.


Oleh karena itu, SHM atas nama anak Niko Naput di atas 11 ha tanah ini digugat karena tidak sah. Apalagi klien kami belum pernah menjual sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain, kepada Paulus dan Maria Naput.


Dan kata Indra, mereka juga berbohong pada isi dokumen alas hak mereka 10 Maret 1990 itu. Dimana jelas-jelas lokasi tanahnya di tempat lain, batas-batasnya sangat beda dari tanah 11 hektar Kerangan.


"Mereka sudah pernah dimintai keterangan satgas mafia tanah Kejagung RI, disuruh bawa asli surat 10 Maret 1990 itu, tetapi mereka tidak dapat memperlihatkannya. Sehingga hasil itu dituangkan dalam laporan hasil operasi intelijen Kejagung RI, bahwa surat itu tak ada aslinya. Buntutnya, bahwa SHM atas nama Paulus & Maria itu tidak sah 'kan," terang Indra.


Salah satu ortu dalam keluarga besar ahli waris Mikael Mensen, yang sejak kecil selalu bersama keluarga almarhum IH mengatakan, bahwa alasan pakai surat yang hanya fotocopy itu sia-sia.


"Sia-sia dan tak ada manfaatnya surat itu. Kalaupun ada aslinya, maka tanah yang dimaksud dalam surat itu adalah tidak tentang tanah 11 ha ini. Saya infokan, saat kami ajukan pembuatan SHM ke atas nama kami, 2018-2019, mereka pakai surat alas hak orang mati, yaitu alm.IH Maret 2019, yang diperlihatkan oleh oknum karyawan BPN, yaitu Herman," ujar Mikael.


Kata dia, tidak berlakulah surat itu, lalu sekarang mereka ngotot pakai alas hak 10 Maret 1990, tapi juga tidak berlaku, karena apa? Tidak ada aslinya dan lokasinya di tempat lain entah dimana.


"Tanah ini milik leluhur kami lho, anak kami juga lahir di tanah ini. Awas karma bagi yang menyebutnya, karena karma ini berlaku bagi diri dirinya sendiri, istri, anak cucu," ucap Mikael.


Tokoh Masyarakat Jadi Saksi Tanah 11 Hektar di Kerangan Milik Almarhum Ibrahim Hanta 


Salah satu tokoh Masyarakat Labuan Bajo, Fery Adu juga mengungkapkan, jika pihak anak Niko Naput dkk tetap ngotot pada surat alas hak 10 Maret 1990 itu. Maka mereka akan kontra dengan kesaksian Haji Ramang Ishaka (anak Ishaka, Fungsionaris adat) di perkara tipikor 30 hektar tanah pemda yang sudah diputuskan inkrah.


"Tanah Niko Naput di Kerangan sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat, karena tumpang tindih di atas tanah pemda dan tanah orang pribadi," ujar Fery.


Kata dia, hampir semua penduduk kampung Waemata, kampung induk almarhum kakek IH dan sebagian besar tokoh adat di Labuan Bajo, mengetahui tanah 11 hektar itu almarhum IH sekeluarga dan turunannya. Dimana dikuasai sejak 1973, sesuai perolehan secara adat kapu manuk lele tuak dari Fungsionaris Adat, Hj Ishaka.


"Haji Ramang tahu juga kok. Apalagi Hj Djudje, kuasa Penata Fungsionaris adat. Kami bisa saja hadirkan 100 an saksi fakta, dan mereka pasti mengatakan tanah 11 hektar ini milik ahli waris IH," ucap Fery.


Ia menegaskan, sebagai ahli waris belum pernah menjual tanah ini, sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain. Termasuk tidak menjual kepada yang namanya Nasar Supu atau siapapun.


"Setahu saya dan banyak orang di Labuan Bajo tahu, bahwa tanah Nasar Supu itu hanya 4 hektar, lokasinya di bagian selatan tanah kami, di pantai Kerangan. Bahkan saksi fakta mereka sendiri di ruang sidang memberi keterangan batas tanah mereka berdasarkan surat fotocopy 10 Maret 1990 itu, tidak sesuai dengan fisik 11 hektar itu," tandas Fery.


Sidang Tambahan di PN Labuhan Bajo 


Selain itu Penasehat Hukum ahli waris IH, Jon Kadis, SH mengatakan, saksi mereka sebut tanah Niko Naput itu masih alami, tanpa pagar, tanpa pondok, tidak ada pohon kelapa, tidak ada jati, jambu mente, batas laut, hutan pohon kedondo, jalan raya. Dimana itu bukan ciri tanah 11 ha milik kami, itu lokasi di luar dan entah dimana.


"Tanah kami ya, cirinya jelas: sedang dikuasai, dipagari, ada pondok dan segala sesuatu yang ditanam di atasnya," ucapnya.


Kemudian kata Jon, di tingkat banding, majelis hakim PT Kupang membuka sidang tambahan, didelegasikan kepada PN Labuan Bajo yang digelar 3 Februari 2025. Lagi-lagi alasan utamanya adalah hak Tergugat (Pembanding).


"Saya tidak menghadiri sidang tambahan itu, dengan alasan bahwa alasan substansi sidang pada surat alas hak fotocopy tanpa asli dari Tergugat itu mubazir. Lalu saya lampirkan surat Kejagung itu, diserahkan kepada Ketua PN cq. Majelis hakim PN, yang nantinya membuat berita acara. Dimana isinya memuat hasil temuan Kejagung itu dikirim ke hakim PT Kupang," jelasnya.


Ia juga menginfokan, sesungguhnya SHM-SHM yang dibuat pakai surat alas fotocopy 10 Maret 1990 itu, adalah 2 SHM plus perubahan satunya menjadi SHGB di tanah ahli waris IH an. Paulus dan Maria, total luas 54.030 M2. 


Maka kata Jon, 3 SHM di luar tanah ahli waris IH, bagian selatan, SHM an. Johanes Vans Naput, Irene Naput dan Nikolaus Naput, total 97.830 M2.  Semua tanah ini terindikasi cacat administratif dan/atau yuridis.


"Hal itu adalah temuan hasil operasi intelijen Kejagung, sebagaimana suratnya 23 September 2024, yang tembusannya diterima klien kami," beber Jon.


Terakhir kata dia, Itu artinya apa? Surat 10 Maret 1990 itu tidak ada tanahnya, dan SHM-SHM yang dibuat berdasarkan fotocopy surat itu tidak sah. Kalau sudah ada hasil pemeriksaan Kejagung RI tersebut, tentu setelah anak-anak Niko Naput juga diperiksa, maka untuk apa lagi ngotot mempertahankan fotocopy surat 10 Maret 1990 tersebut?


"Marilah kita hentikan ini, agar investasi di Labuan Bajo bertumbuh pesat, tanpa ada hambatan masalah tanah," tutup Jon. 









(Cahaya)