Lingkungan bersih yang terbebas dari sampah memberikan rasa nyaman bagi
semua orang. Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/ atau proses
alam yang berbentuk padat (Wikipedia, 2022). Sampah dapat mencemari lingkungan
bila tidak dikelola dengan baik. Permasalahan sampah sudah menjadi permasalahan
global yang dihadapi hampir di semua negara. Permasalahan menjadi semakin pelik
dengan semakin meningkatnya populasi penduduk dan kegiatan sosial ekonomi.
Salah satu jenis sampah yang banyak mencemari lingkungan adalah sampah
plastik. Plastik merupakan kemasan atau bahan pembungkus yang sangat praktis dan
memiliki daya tahan yang sangat kuat. Bahan baku yang murah dan mudah diperoleh
membuat plastik masih diandalkan banyak pelaku industri agar dapat menghemat
biaya produksi. Karena itulah plastik sangat digemari penggunaannya. Dengan
semakin meningkatnya penggunaan plastik, maka sampah yang ditimbulkan dari
plastik yang sudah tidak terpakai juga semakin meningkat. Dikutip dari kompas.com
(2022) , menurut data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat
Statistik (BPS) pada 2021, limbah plastik yang dihasilkan Indonesia mencapai 66
juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,2 juta ton terbuang ke laut.
Sampah plastik memiliki karakteristik sangat sulit terurai. Dibutuhkan waktu
ratusan tahun agar sampah plastik dapat terurai secara alami. Dengan demikian dapat
dibayangkan apabila tidak dilakukan tindakan maka akan terjadi penumpukan
sampah plastik yang sangat tinggi dari tahun ke tahun. Tanpa pengelolaan yang baik,
penumpukan ini akan menimbulkan pencemaran dan merusak estetika. Beberapa
dampak sampah plastik yang bisa ditimbulkan oleh sampah-sampah plastik yang
berserakan di lingkungan, antara lain tercemarnya tanah, air tanah, dan juga makhluk
hidup di dalam tanah, zat beracun dari partikel plastik masuk ke dalam tanah
sehingga berpotensi membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah, termasuk
cacing. Hal ini tentu saja dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah dan merusak
keseimbangan ekosistem.
Untuk mengatasi masalah limbah plastik, banyak orang memilih cara praktis,
yaitu dengan membakarnya. Padahal, membakar sampah plastik justru menimbulkan
lebih banyak masalah. Sampah plastik yang dibakar, maka asapnya akan mencemari lingkungan. Dalam asap tersebut biasanya terkandung zat dioksin yang apabila
dihirup oleh manusia dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti
gangguan sistem pernapasan pada manusia, kanker, dan lain sebagainya.
Pengelolaan sampah yang masih banyak diterapkan saat ini adalah dengan
pola mengumpulkan sampah, mengangkut dan membuangnya ke tempat
pembuangan sampah. Namun pola seperti itu faktanya tidak mampu menyelesaikan
permasalahan sampah yang semakin kompleks. Segala upaya telah dilakukan
pemerintah antara lain dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 47
Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Desentralisasi
pengelolaan sampah sampai ke level desa dilakukan untuk mengurangi beban TPA
sebagai tempat pemrosesan sampah akhir. Masing-masing desa diharapkan memiliki
fasilitas pengelolaan sampahnya sendiri berupa TPS3R atau Tempat Pengolahan
Sampah dengan prinsip 3R yaitu reduce, reuse dan recycle. Di tempat inilah sampah
diolah untuk mengurangi kuantitas atau memperbaiki karakteristik sampah, sehingga
hanya residu sampah yang selanjutnya dikirim ke TPA. Pengelolaan sampah
dilakukan sesuai dengan jenisnya. Dengan demikian pemilahan sampah menjadi
sangat penting.
TPS3R selain dapat mengurangi beban pemrosesan akhir sampah di TPA
juga diharapkan dapat menambah penghasilan bagi sektor informal melalui
penjualan produk olahan TPS3R dan membantu menciptakan kondisi zero waste di
kawasan tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pengembangan alat pengolah
sampah plastik di TPS3R Punggul Hijau, Desa Punggul, Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung. Di TPS3R ini sampah organik diolah untuk menghasilkan
kompos dan telah dimanfaatkan di lingkungan desa. Sedangkan untuk sampah plastik
perlu dipikirkan solusi terbaik karena sifat sampah plastik yang dapat menimbulkan
dampak yang sangat fatal bagi lingkungan apabila tidak terkelola dengan baik.
Sebagai pemerhati lingkungan, Yayasan Budaya Bali Punggul Hijau bekerja
sama dengan Pemerintah Desa Punggul mengelola TPS3R Punggul Hijau yang
didirikan pada Tahun 2018 dengan harapan masalah sampah yang ada di desa dapat
selesai di desa. Khusus untuk sampah plastik dikembangkan alat pengolah sampah
plastik yang diberi nama REBORN STOVE sebagai solusi. Pengembangan alat ini
juga sebagai salah satu upaya percepatan pencapaian SDGs Desa ke-12 yaitu
konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan. Tujuan ini berkaitan dengan upaya
mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan terhadap bumi melalui pola produksi dan konsumsi yang sewajarnya. Efisiensi dalam pengelolaan sumber daya
alam milik bersama, serta upaya mengurangi sampah beracun dan polutan adalah
target penting untuk meraih tujuan ini. Diperlukan kebijakan desa yang kondusif dan
memiliki perspektif pelestarian lingkungan. Salah satunya ditentukan dengan
penanganan limbah dan sampah sesuai kebutuhan. Penanganan sampah secara benar
mendukung terciptanya pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.