DENPASAR - TVRI Bali mengadakan talk show "AKU BALI" dengan tema "Perlindungan Kain Tenun Tradisional Bali" pada Kamis (22/6). Acara tersebut mengundang Ibu Putri Koster dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Alexander Palti. Dalam talk show tersebut, dibahas perlunya perlindungan terhadap Kain Tenun Tradisional Bali, seperti Endek dan Songket, agar terhindar dari plagiarisme dan duplikasi yang dapat merusak reputasi dan kualitas produk tenun tersebut. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly yang berkomitmen untuk menjaga dan melindungi kekayaan intelektual serta mengajak seluruh masyarakat agar memperhatikan pentingnya mendaftarkan hak kekayaan intelektual.
Alexander Palti menyampaikan bahwa pihaknya sedang fokus dan serius dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan perlindungan Kekayaan Intelektual baik secara komunal maupun personal. Palti juga menekankan pentingnya kesadaran dari UKM, IKM, pelaku usaha, pelaku seni, dan masyarakat Bali secara keseluruhan terhadap aset intelektual yang dimiliki. “Pendaftaran dan pencatatan harus segera dilakukan agar karya-karya mereka tidak diakui oleh orang lain dan tidak dirampas manfaat moral dan ekonominya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab” ucapnya.
Khusus mengenai Kain Tenun Tradisional Bali, seperti Endek dan Songket, pemerintah telah memperhatikannya karena adanya dugaan pelanggaran dalam meniru motif-motif yang digunakan pada kain print dan bordir. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan Kekayaan Intelektual, rasa cinta, dan kepemilikan terhadap produk-produk Kekayaan Intelektual khas Bali. Pakaian berbahan dasar kain print dan bordir yang menyerupai Kain Tenun Tradisional Bali sering ditemui di pusat perbelanjaan, distro, butik, dan pasar tradisional. Padahal, penggunaan motif yang terdaftar sebagai Hak Cipta, Indikasi Geografis, atau pakem dari Endek dan Songket Bali jelas melanggar. Hal ini berpotensi menyesatkan wisatawan dan merusak kekhasan serta keunikan dari Kain Tenun Tradisional Bali. Pihak berwenang telah mengedukasi para pelaku usaha untuk mencegah pelanggaran Kekayaan Intelektual tersebut.
Alexander Palti menegaskan bahwa sanksi perdata maupun pidana yang terkandung dalam Undang-Undang Kekayaan Intelektual sangatlah berat, sehingga pelanggaran yang dilakukan masyarakat tidak boleh dianggap remeh. “Sanksi tersebut termasuk pidana kurungan badan dan pidana denda, tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan” tegasnya Palti.
Melalui talk show ini, Alexander Palti mengajak seluruh masyarakat Bali untuk melindungi aset intelektual yang dimiliki. Palti juga menjelaskan tentang Program Unggulan Kementerian Hukum dan HAM RI, yaitu One Village One Brand atau Merek Kolektif, yang dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah agar masyarakat Indonesia, termasuk Bali, mencintai produk lokal yang memiliki kualitas dan daya saing di tingkat nasional maupun internasional.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Anggiat Napitupulu mengajak semua pihak, mulai dari pelaku usaha hingga masyarakat umum, secara bersama-sama bergandengan tangan dalam mempromosikan dan melindungi kekayaan intelektual. Anggiat Napitupulu berharap agar kesadaran masyarakat terhadap kekayaan intelektual di Provinsi Bali semakin meningkat. “pentingnya menjaga integritas budaya dan keunikan karya-karya tradisional Bali sebagai warisan yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang” tutupnya.
(Cahaya)